Kementan : Pejuang Pangan Optimalkan Lahan Rawa Kalsel !

0

Petani Milenial asal Kurau, Kabupaten Tanah Laut.

 

Kementerian Pertanian terus gencar melakukan upaya peningkatan produksi pertanian dan mengembalikan swasembada pangan. Setidaknya upaya itu juga dilakukan Menteri Pertanian Amran Sulaiman dan jajaran, dalam meningkatkan produksi nasional untuk komoditas padi.

Salah satu langkah strategisnya adalah memacu produksi tanaman pangan guna menjaga ketahanan pangan nasional, melalui pemanfaatan potensi lahan rawa dan pengelolaan sumber air yang efisien.

Dalam menjalankan rencana ini Kementan perlu mendapat dukungan agar bisa mengoptimalisasi lahan untuk pertanian, termasuk lahan-lahan rawa yang sebelumnya dianggap tidak produktif.Peran pemuda pun sangat diharapkan dalam mensukseskan program optimalisasi lahan.

Hal ini mengemuka dalam Milenial Agriculture Forum (MAF) yang digelar Pusat Pendidikan Pertanian (Pusdiktan), Kementan melalui SMK-PP Negeri Banjarbaru. Dalam MAF Volume 5 Edisi 26 tema yang diusung adalah Pejuang Pangan Menyambut Peluang Untuk Antisipasi Darurat Pangan”.

Dalam gelaran di SMK PP Negeri Banjarbaru, Sabtu (27/07/2024), Kementan pun menghadirkan 3 narasumber kompeten memberikan pandangan dan analisa tajam terkait penguatan pangan dan optimalisasi lahan rawa.

Ketiga narasumber tersebut adalah Izhar Khairullah (Peneliti pada Pusat Riset Tanaman Pangan, BRIN), dan Subejo (Wakil Dekan Bidang Penelitian, Pengabdian kepada Masyarakat dan Kerjasama, Fakultas Pertanian UGM), serta Arnita Wati (Petani Kluster Padi Kurau Bungas).

 

Kepala SMK-PP Negeri Banjarbaru, Budi Santoso saat berdialog dengan peserta Milenial Agriculture Forum (MAF) yang digelar Pusat Pendidikan Pertanian (Pusdiktan), Kementan melalui SMK-PP Negeri Banjarbaru.

 

Plt. Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pertanian (BPPSDMP) Kementan, Dedi Nursyamsi, saat membuka Milenial Agriculture Forum mengajak petani, petani milenial, dan penyuluh ikut mengoptimalkan lahan rawa yang ada di Kalimantan dan Sumatera.

“Tidak akan ada Negara Kesatuan Republik Indonesia tanpa pangan, tidak ada pangan tanpa ada pertanian, tidak akan ada pertanian tanpa peran petani, dan tidak ada petani tanpa ada petani milenial,” kata Dedi.

Dia menyebutkan kedudukan petani milenial adalah penyangga hidup dan kehidupan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang tercinta. Maka jika NKRI ingin menjadii negara yang kuat dan hebat, maka pangannya harus kuat, pertaniannya harus kuat, petani dan petani milenial harus kuat

“Tahun 2023, Akibat El Nino produksi beras kita hanya 30,2 juta ton per tahun, turun dari tahun sebelumnya 31,2 juta ton per tahun.Sedangkan kebutuhan beras kita adalah 31,2 juta ton per tahun. BPS memprediksi produksi beras kita di 2024 menurun, jadi kita harus bisa membalikan prediksi BPS tersebut,” ungkapnya.

Dedi pun menyemangati para petani milenial maupun calon petani milenial serta petani untuk bersama-sama membangun pertanian yang semakin baik dan menjaga ketahanan pangan nasional.

“Ayo petani, petani milenial, dan calon petani milenial ayo kita singsingkan lengan dan baju kalian ayo turun ke sawah, turun ke kebun. Ayo genjot produksi pertanian melalui peningkatan index pertanaman, melalui peningkatan perluasan areal tanam. Saya yakin di akhir tahun ini kita akan mendapatkan beras yang cukup untuk kebutuhan nasional,” ucapnya memberikan semangat.

Kepala SMK-PP Negeri Banjarbaru, Budi Santoso kembali menegaskan, sebagai Unit Pelaksana Teknis Kementan, sekolah mereka pun ikut mensupport terkait kegiatan yang harus laksanakan Bersama-sama demi ketersediaan pangan bagi seluruh rakyat Indonesia.

“MAF Ini adalah salah satu kegiatan kita dalam mensupport program dari Kementerian Pertanian. Saya harap pemateri dapat memberikan materi kepada petani-petani muda dalam meningkatkan produksi dan usahanya,” ujar Budi.

 

Dosen Fakultas Pertanian Universitas Gajah Mada, Yogyakarta, Subejo memberikan kiat-kiat khusus agar petani dan petani milenial bisa survive menghadapi kondisi ketidakpastian termasuk iklim El-Nino.

Dalam Milenial Agriculture Forum, ada cerita tersendiri yang disampaikan Arnita Wati, yang dikenal sebagai petani muda asal Kecamatan Kurau, Kabupaten Tanah Laut. Dia pun membuka kisah bagaimana perjuangannya terjun ke industri pertanian dan menjadi petani milenial dengan menanam komoditas padi. Tahun 2023 bersama 12 anggota kelompok tani mereka, dia berjuang keras bagaimana bisa menggarap lahan rawa sebaik mungkin untuk menambah produktivitas pertanian di Tanah Laut.

“Setelah mendapatkan bantuan agribisnis dari Kementan,  kami dapat mengembangkan luas area menjadi 16 Ha, yang dulunya hanya 8 Ha,” terang Arnita Wati.

Arnita Wati mengisahkan, Kluster Kurau Bungas saat ini mengembangkan usaha yang dulu gabah kerning sekarang menyediakan beras dan beras kemasan.

“Selain itu usaha yang di kembangkan ini mendapatkan kepercayaan dari Bank Indonesia Cabang Kalimantan Selatna untuk menerima bantuan Hand Traktor. Bahkan saat ini Klusternya menjalin Kerjasama dengan koperasi, CSR, maupun lainnya,” sambungnya lagi.

Sementara itu Izhar Khairullah membeberkan Teknologi Budidaya Padi untuk meningkatkan produksi dan produktivitas di lahan rawa. Dia menyebut keragaman ekosistem lahan rawa, potret pertanaman padi di lahan rawa, dan teknologi budidaya padi.

“Lahan rawa sangat berpotensi untuk meningkatkan produksi dan produktivitas padi. Serta penggunaan teknologi budidaya padi yang maju dan modern dalam meningkatkan produksi dan produktivitas. Teknologi budidaya padi mulai dari persiapan lahan, pengolahan tanah, panen dan pasca panen berbasis inovasi teknologi. Terakhir, cocok diaplikasikan dan sesuai dengan petani milenial,” beber Izhar.

Lalu bagaimana di tengah ketidakpastian kondisi iklim dan sebagainya petani bisa bertahan ?. Dosen Fakultas Pertanian Universitas Gajah Mada, Yogyakarta, Subejo memberikan kiat-kiat khusus. Dalam paparan berjudul Strategi Survival Masyarakat Tani dalam Situasi dan Kondisi Ketidakpastian, praktisi pendidikan ini pun apa yang harus dilakukan dan langkah ketika situasi yang terkadang membuat petani dihadapkan dalam situasi tersebut.

Banyak hal ia kemukakan termasuk soal problematika pangan global dan nasional. Kemudian strategi survival Masyarakat tani, risiko atas keberlanjutan, terakhir strategi prospektif.

“Karena itulah pemahaman dan pengetahuan perlu dimiliki petani termasuk petani milenial. Karena ada banyak isu, seperti Indonesia terperangkap geopolitik pangan global, akses symberdaya lahan terbatas-alih fungsi lahan pertanian, ketergantungan pada ekternal input dan pertanian berbiaya tinggi, terakhir dampak negative perubahan iklim dan problem food loss-food waste yang tinggi,” tutup Wakil Dekan Bidang Penelitian, Fakultas Pertanian UGM. (Olpah Sari).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Content is protected !!
Exit mobile version