Inilah Produk “Plepah” Ramah Lingkungan Yang Diapresiasi Kemenparekraf

0

Inilah Produk “Plepah” Ramah Lingkungan Yang Diapresiasi Kemenparekraf

Jakarta- Nah ini kabar terbaru tentang wadah pembungkus makanan, yang biasa mewarnai orderan makanan pesan antar. Stryrofoam memang familiar sebagai salah satu wadah alternatif pembungkus makanan, selain daun dan kertas khusus makanan.Namun konon katanya dianggap tidak ramah lingkungan karena sulit terurai. . Sebab, styrofoam membutuhkan waktu sekitar 500 tahun untuk benar-benar terurai oleh tanah.

Tak heran sekarang gabus sintetis ini mulai perlahan ditinggalkan masyarakat. Karena sekarang sejumlah industri kreatif di tanah air menciptakan wadah pembungkus makanan berbasis ramah lingkungan. Salah satunya adalah menggunakan pelepah pinang. Wadah ini pun diberi tagline ramah lingkungan, plepah.

Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf/Baparekraf) pun mengapresiasi produk wadah makanan ramah lingkungan “Plepah” yang diinisiasi oleh Footlose Initiative, sebagai salah satu upaya untuk mendukung tujuan agenda pembangunan berkelanjutan tahun 2030, khususnya pada produk ekonomi kreatif.

 

 

Dari riset yang dilakukan Footlose Initiative di 18 kota, kontribusi sampah styrofoam sebesar 0,27 – 0,59 ton ke laut di Indonesia. Tentunya hal ini sangat mengkhawatirkan biota-biota laut. Oleh karenanya, produk kreatif kriya berbahan dasar pelepah pinang ini sangatlah inovatif, adaptif, dan kolaboratif.

Hal ini dikatakan oleh salah satu anggota Footlose Initiative, Gamia Dewanggamanik, saat menjadi pembicara dalam World Conference on Creative Economy  (WCCE) 2021, secara daring, di Dubai, Selasa (7/12/2021), menjelaskan bahwa pada praktiknya produk ini dijalani berdasarkan pada community driven innovation, sehingga mencerminkan model inovasi inklusif.

 

 

Dijelaskannya selain memberikan solusi alternatif menuju kemasan sekali pakai yang berkontribusi terhadap masalah sampah global. Pendekatan ini juga dapat memberikan kontribusi pada solusi berkelanjutan melalui konservasi lingkungan, penanaman kembali komoditas, dan menghasilkan stabilitas ekonomi bagi masyarakat lokal yang terlibat.

Dalam pengoperasiannya, Plepah menggunakan skema micro manufacturing. Skema ini dipilih agar teknologi yang digunakan bisa diadaptasi oleh masyarakat pedesaan di area-area terpencil.

“Kami percaya bahwa mendorong budaya praktik inovasi berbasis masyarakat dapat menjadi jalur alternatif menuju proses pembangunan yang lebih inklusif. Let’s connect and collaborate,” kata Gamia.

Staf Ahli Bidang Manajemen Inovasi dan Kreativitas Kemenprekraf/Baparekraf, Josua Mulia Simanjuntak, mengatakan ide produk Plepah ini berpotensi untuk menyerap tenaga kerja lokal dalam jumlah yang besar.

“Jika dilihat satu daerah saja potensinya bisa dioptimalkan hingga 600 juta packaging setiap tahunnya. Kita hitung bisa menyerap mungkin sampai 80.000 tenaga kerja di satu titik. Tentu ini perlu kita dukung pengembangannya, agar lapangan kerja terbuka seluas-luasnya, sehingga ekonomi dapat segera bangkit dan pulih kembali,” ujarnya. (Olpah Sari Risanta).

 

 

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Content is protected !!
Exit mobile version