Membangun Harapan Pasca Pandemi Bersama Bulan Imunisasi Anak Nasional  

0

                                                         Oleh Olpah Sari

Pandemi Covid-19 memang memberikan perubahan luar biasa bagi sendi kehidupan. Tak hanya sendi ekonomi yang babak belur, sektor kesehatan dibuat sport jantung. Lantaran secara drastis angka kematian akibat Covid-19 menempati peringkat tiga besar di dunia. Pemerintah pun harus pontang-panting mengamankan negara dari serangan virus mematikan dengan mengandalkan “jurus Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dan diganti jadi Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM)” hingga program vaksinasi secara nasional.

Langkah-langkah strategis ini memberikan dampak melegakan karena secara perlahan-perlahan membuat pandemi Covid-19 melandai.Sukses ini memang membuat sendi kehidupan kembali berjalan meskipun dalam suasana adaptasi baru.Penerapan protokol kesehatan merupakan harga mati, untuk menciptakan masyarakat Indonesia yang semakin kuat dan sehat.

Namun akibat pandemi Covid-19, ternyata membuat program-program kesehatan esensial di berbagai tingkat, salah satunya imunisasi rutin bagi anak-anak Indonesia tidak berjalan maksimal. Pandemi juga membuat para orangtua enggan membawa anaknya ke puskesmas dan posyandu, karena masih trauma dengan peristiwa pandemi yang menguncang dunia.

Dan akhirnya tidak ada pilihan lain program imunisasi secara nasional harus berjalan. Rencananya pemerintah melaksanakan Bulan Imunisasi Anak Nasional (BIAN), pada tahap pertama dilaksanakan pada bulan mei 2022. Langkah strategis ini ditempuh guna memastikan imunisasi itu bisa terkejar dan program imunisasi rutin kembali berjalan normal. Karena melihat data Kementerian ternyata cakupan imunisasi sangat rendah selama pandemi Covid-19 berlangsung.

 

Pelaksana tugas Direktur Pengelolaan Imunisasi Kementerian Kesehatan, Prima Yosephine mengatakan BIAN menyasar anak balita yang status imunisasinya belum lengkap atau yang terlambat diimunisasi. Imunisasi yang diberikan mencakup polio tetes (OPV) dan suntik (IPV), serta DPT-HB-Hib yang dapat mencegah difteri, pertusis, tetanus, hepatitis b, pneumonia, dan meningitis (Kompas.id, edisi 14 April 2022).

Pelaksana tugas Direktur Pengelolaan Imunisasi Kementerian Kesehatan, Prima Yosephine juga optimis pengenalan vaksin-vaksin baru bisa menekan angka kesakitan dan kematian bayi dan anak balita.Bagi pemerintah percepatan imunisasi dasar lengkap dinilai sangat penting, terlebih mengingat ada lebih dari 1,7 juta anak yang belum mendapatkan imunisasi dasar lengkap pada tahun 2019 hingga 2021. Imunisasi dasar lengkap mesti diberikan pada bayi berusia 0-11 bulan. Imunisasi tersebut meliputi DPT-HB-Hib, polio tetes, polio suntik, dan campak rubela.

Selanjutnya, anak usia 18-24 bulan diberi imunisasi DPT-HB-Hib dan campak rubela. Demikian pula dilanjutkan saat anak menginjak usia SD Imunisasi masih perlu.Pada tahapan ini anak kelas 1 SD diberi imunisasi campak rubela dan DT sementara anak kelas 2 dan 5 SD menerima imunisasi Td.

Bagaimana Kalimantan Selatan sendiri ?, mengacu data Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Selatan disebutkan bahwa cakupan Imunisasi Dasar Lengkap di Bumi Lambung Mangkurat ini tahun 2020 berada di kisaran 75,4 persen dan 80,2 persen pada tahun 2021.

Dengan kalkulasi angka demikian, maka disimpulkan pula masih ada 13.979 anak yang belum mendapat imunisasi dasar lengkap pada tahun 2021. Angka Drop Out DPTHB3 dan Campak juga tinggi (lebih dari 5%) baik tahun 2020 maupun 2021. Disamping itu, cakupan imunisasi Baduta juga rendah, tahun 2020 cakupan DPTHBHib sebesar53,7 persen akupan campak rubella sebesar 46 persen, tahun 2021 cakupan DPTHBHib sebesar 51,9 persen dan cakupan campak rubella sebesar 48,7 persen.

Fakta dengan rendahnya cakupan imunisasi serta tingginya angka drop out pada bayi dan baduta menyebabkan meningkatnya potensi Kejadian Luar Biasa Penyakit-penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (KLB-PD3I) yang mengakibatkan meningkatnya angka kesakitan (campak, hepatitis, difteri, pertussis, dll), juga kecacatan (Polio, Rubella) atau bahkan meninggal dunia (Difteri, Tetanus, Rubella) di beberapa wilayah di Indonesia termasuk Kalimantan.Sungguh fenomena yang harus menjadi catatan kita bersama.

Langkah strategis lainnya dilakukan pemerintah untuk mencegah kesenjangan-kesenjangan pada imunisasi rutin, adalah melakui kegiatan imunisasi tambahan dan imunisasi kejar dalam kegiatan Bulan Imunisasi Anak Nasional (BIAN) yang akan diadakan pada bulan Mei 2022 di Kalimantan Selatan.Langkah strategis ini pun harus mendapat dukungan penuh stakeholder, masyarakat luas termasuk kalangan pers.

Gubernur Kalimantan Selatan, H.Sahbirin Noor dalam berbagai kesempatan dan pencanangan Imunisasi Campak dan Rubela menegaskan pemberian imunisasi sendiri sebagai bentuk pencegahan terhadap penyakit, terutama penyakit campak dan rubella.Karena itulah Gubernur yang akrab disapa dengan Paman Birin ini senantiasa ingin memastikan bahwa anak-anak di Kalsel mendapatkan imunisasi MR .

“Saya ingin pastikan bahwa anak-anak kita, di seluruh wilayah Kalsel mendapatkan imunisasi MR agar mereka dapat terhindar dari penyakit campak dan rubella” tegasnya beberapa saat lalu.

Berdasarkan berbagai literatur kesehatan, Campak dan Rubella merupakan penyakit menular atau infeksi virus yang ditandai dengan ruam merah berbentuk bintik-bintik pada kulit. Secara umum rubella ini sering terjadi pada anak dan remaja yang belum mendapat vaksin campak, gondok, dan lain-lain.

Virus ini sangat membahayakan karena dapat menyebabkan cacat dan kematian, tetapi dapat dicegah dengan imunisasi. oleh  karena itu seluruh siswa-siswi sekolah mulai Paud, TK, SD, SLP dan SLTA yang muridnya masih dibawah 15 tahun wajib mendapatkan imunisasi MR.

Kegiatan Bulan Imunisasi Anak Nasional (BIAN) ini berfokus pada pemberian imunisasi tambahan campak-rubela yang sifatnya massal dan tanpa memandang status imunisasi sebelumnya bagi sasaran prioritas yang telah ditetapkan, memberikan harapan baru bagi masyarakat di Kalimantan Selatan. Selain itu, juga dilakukan upaya imunisasi kejar OPV, IPV dan DPT-Hb-Hib untuk menutup kesenjangan imunitas dan memastikan anak-anak terlindungi dari virus polio, difteri, pertusis dan tetanus.

Peran Pers (industri pers) melalui publikasi-publikasi edukatif yang tersebar dari berbagai media massa dan saluran yang tersedia (jaringan internet), diprediksikan akan meningkatkan minat masyarakat untuk membawa anak ke pusat kesehatan masyarakat terdekat untuk mendapatkan imunisasi rutin lengkap sesuai dengan usianya. Hal ini diharapkan dapat meningkatkan cakupan imunisasi rutin meningkat dan menurunnya angka PD3I di Indonesia.

 

Sebagai bagian sendi kehidupan bernegara dan berbangsa peranan pers tidak bisa dianggap sebelah mata. Pers semakin berperan bagaimana menjadi jembatan informasi positif dan menyejukan bagi masyarakat. Apalagi masih banyak orangtua dan masyarakat masih percaya  mitos-mitos munisasi sebagai mitos yang menyesatkan.Marfhum saja,keraguan itu muncul akibat faktor pengetahuan orang tua mengenai imunisasi. Pemerintah dan praktisi kesehatan serta praktisi media pun didorong untuk bisa berperan mendorong edukasi bagi orang tua agar lebih paham bahwa imunisasi bisa melindungi kesehatan sang buah hati.

Padahal fakta lain juga menegaskan bahwa bahwa Imunisasi anak sebagai langkah perlindungan terhadap ancaman penyakit menular merupakan hak anak. Pemberian imunisasi telah sesuai dengan sederet peraturan perundang-undangan yang melindungi kehidupan anak, dari Undang-Undang Dasar 1945 hingga Undang-Undang Perlindungan Anak dan Undang-Undang Kesehatan.Sehingga program nasional ini harus didukung semua elemen masyarakat di tanah air.

Mitos lain yang menyebutkan vaksin menimbulkan efek samping yang berbahaya dan bahkan fatal dalam jangka panjang adalah sesuatu yang sangat keliru. Risiko kesehatan yang muncul akibat tak menjalani vaksinasi jauh lebih berbahaya ketimbang efek samping vaksin. Reaksi yang muncul dari vaksin sebagian besar hanya temporer dan ringan, misalnya rasa nyeri pada bagian yang disuntik dan demam. Jarang terjadi dampak yang serius. Ada pemantauan dan investigasi yang ketat terhadap masalah tersebut. Sedangkan risiko tak menjalani vaksin bisa berupa lumpuh hingga hilangnya nyawa. Misalnya akibat polio, penyakit yang terbukti bisa tertanggulangi lewat imunisasi anak.

 

  • Penulis adalah wartawan & Pemimpin Umum, Economic Travelling.Com

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Content is protected !!