Tidak Bekerja, Pekerja Sektor Pertambangan Terancam Pengangguran Massal

0

Rantau – Gelombang aksi protes ribuan pekerja pertambangan terus berlangsung selama sepekan. Senin siang (13/12/2021)  para pekerja pertambangan terdiri sopir truk angkutan dan tongkang , kembali menggelar aksi di kawasan Underpass KM 101 Antang Gunung Meratus, Kabupaten Tapin, Kalimantan Selatan.

Massa pengunjuk rasa semakin bertambah hingga memadati kawasan jalan raya Achmad Yani, Trans Kalimantan, penghubung Banjarmasin, Kabupaten Tapin hingga Tabalong. Bahkan massa sempat memblokir jalan raya Achmad Yani, hingga membuat lumpuh arus lalulintas beberapa saat.

Aksi pemblokiran jalan raya sendiri dilakukan spontan, sebagai bentuk kekecewaan karena kawasan underpas masih ditutup dan terpasang garis polisi. Sejumlah aparat keamanan sendiri sempat kewalahan menenangkan massa pengunjuk rasa, yang turun ke jalan raya, setelah sebelumnya berunjuk rasa di jalan hauling tambang.

 

 

Akibat pemblokiran jalan raya ini, arus ke Banjarmasin dari kota Rantau maupun sebaliknya lumpuh.Antrean panjang kendaraan roda dua dan empat dan kemacetan sepanjang tiga kilometer lebih pun terjadi. Beberapa pengguna jalan terpaksa balik arah dan sebagian memasuki kawasan jalan tikus di antara jalan hauling dan perkampungan warga untuk menghindari kemacetan panjang.

Beruntung tak lama kemudian setelah sempat bernegoisasi dengan aparat kepolisian, ribuan pengunjuk rasa pun akhirnya membuka blokade jalan raya. Meskipun demikian mereka meminta pemerintah dan dua pihak perusahaan yang bersengketa untuk segera menyelesaikan persoalan penutupan jalan angkutan batubara.

“Kami menghormati kepolisian dan pengguna jalan lainnya. Meskipun begitu juga tolong didengar jeritan hati kami, sudah tiga minggu tidak bekerja, mau ngasih makan apa anak dan istri kami, belum lagi bayar sekolah, beli sembako, mana sudah serba susah karena pandemi. Jalan kami mencari penghasilan eh ditutup,” keluh Sundoro Santoso, salah seorang pekerja pertambangan, wartawan, Senin (13/12/2021).

Hal serupa juga dirasakan Aril salah satu pekerja yang terkena dampak penutupan jalan hauling underpas 101, akibat persengketaan pengaturan jalan antara PT Antang Gunung Meratus (AGM) dan PT Tapin Coal Terminal (TCT). Gegara ini bersama puluhan temannya terpaksa menganggur. Karena tidak aktivitas pekerjaaan akibat ditutup paksa dan dipolice line, jalan utama transportasi angkutan batubara.

“Mengerti lah sedikit Bapak-bapak yang bijaksana, masa sampeyan tega melihat kami kelaparan. Kami hanya ingin mencari makan disini, tidak mau terlibat persoalan diantara mereka.Bagi kami hanya satu, buka itu police line dan jalan hauling untuk kami bekerja, sekali lagi tolong,” ujar Aril.

 

 

Kapolres Tapin, AKBP Pipit Subiyanto, berharap para pekerja tambang bisa menahan diri dan bersabar. Karena saat ini sedang diupayakan bagaimana mencarikan jalan terbaik. Pihaknya sendiri bersama pihak terkait lainnya berharap persoalan ini bisa diselesaikan dengan baik dan musyawarah.

“Yang lebih penting itu adalah bagaimana suasana di Tapin dan Kalimantan Selatan, aman dan kondusif. Kami tadi memediasi mereka dan menerima aspirasi dari mereka untuk ditindaklanjuti pada pertemuan yang akan datang, salah satunya nanti apa yang akan dilakukan pemerintah daerah.Nah pertemuan ini juga akan kami laporkan kepada pihak yang berkompeten dan pemerintah,” ungkap Kapolres Tapin, AKBP Pipit Subiyanto.

Sekedar diketahui ribuan pekerja pertambangan meminta pemerintah membuka underpass KM 101 Antang Gunung Meratus.Karena sejak akhir Nopember akibat perselisihan dua perusahaan besar, jalan penghubung distribusi batubara ditutup total.

Lantaran tak kunjung ada kabar kapan dibuka kembali, para peserta aksi memasang empat baliho besar yang berisikan surat terbuka untuk Presiden Jokowi. Tak hanya itu para pekerja ini juga mengajukan protes dan meminta keadilan terkait penutupan kawasan underpass KM 101 Antang Gunung Meratus, yang ditutup akibat sengketa tanah.

“Kami Mohon police line underpass KM 101 Antang Gunung Meratus DIBUKA KEMBALI, dikarenakan merugikan kami yang menggantungkan hidup disini, puluhan tongkang, ribuang truk, ribuan supir, ratusan mekanik, puluhan ribu orang yang bergantung dari aktivitas ini, terpampang di depan jembatan underpass. Tak hanya itu di baliho satunya terdapat tulisan ‘Tolong jangan jadikan kami pengangguran. TOLONG KAMI!!! Beras, lauk, Minyak Goreng Di Rumah sudah habis’,” bunyi tulisan di baliho itu.

Sementara dalam pertemuan yang dimediasi oleh Polres Tapin, belum menghasilkan keputusan yang begitu berarti.Meskipun begitu persoalan selanjutnya diserahkan kepada pemerintah setempat untuk segera diselesaikan.Mengingat buntut sengketa dua perusahaan tersebut ribuan pekerja pertambangan menganggur.

Underpas yang berada di muka bibir PT.Antang Gunung Meratus (AGM), dipolice line n oleh Polda Kalsel, yang diikuti dengan blokade jalan hauling batu bara KM 101 oleh PT TCT . Hal ini dilakukan akibat sengketa perdata dengan PT AGM,  yang membuat ribuan pekerja tambang seperti sopir truk, pekerja tongkang dan banyak usaha kecil yang tergantung dari bisnis ini tanpa penghasilan dan menambah kesulitan mereka di tengah suasana pandemi Covid-19.

Sejumlah kalangan mengkhawatirkan  pengangguran massal ribuan pekerja akan terjadi, sebagai dampak langsung  k blokade KM 101 yang sudah berjalan lebih dari dua pekan.

“Kita mengkhawatirkan ini mengganggu ekonomi Tapin dan Kalimantan Selatan. Pekerja kehilangan pekerjaan dan pengusahanya terancam bangkrut karena investasi mereka membeli truk dan tongkang akan banyak gagal bayar di bank.,” sebut Agus, salah seorang warga yang terdampak langsung penutupan jalan tambang batubara. (Olpah Sari Risanta)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Content is protected !!