Kebaya dan Menjaga Kelestarian Budaya Dalam Perspekstif “Abby Traveler”
Rabu siang , 24 Juli 2024 Cuaca Jakarta cerah. Secerah gemerlap Istora Senayan Jakarta, yang tak biasa di hari-hari menjelang berakhirnya bulan Juli. Saya bersyukur berada di gegap gempita warna Indonesia, Hari Kebaya Nasional. Alhamdulillah saya adalah diantara ribuan perempuan Indonesia yang berkesempatan menghadiri Hari Kebaya Nasional, sebuah momen langka dan pertama yang saya ikuti.
Bagi saya sebagai perempuan yang banyak menghabiskan waktu dengan mengenakan tank top dan kemeja lapangan, hari ini benar-benar saja menjadikan saya bak Puteri Indonesia.Meskipun begitu ada rasa bangga mengenakan kebaya, pakaian daerah yang banyak dikenal perempuan di Indonesia, umumnya dikenakan pada momen-momen tertentu.
Momen ini pula membuat saya dan perempuan Indonesia lainnya, akan semakin jatuh cinta yang semakin dalam terhadap Indonesia, terhadap seni dan budaya, yang tercatat dalam sejarah warisan budaya yang tetap lekang sepanjang masa.
“Abby You are getting more beautiful and different from the previous days. The kebaya you are wearing is simple but quite charming, amazing my friend, Indonesia banget,” seru Bunda Olpah Sari, Jurnalis asal Kalsel yang merupakan sahabat dekat saya.
Sapaan Bunda Olpah via video call whatsapps membuat saya tersipu. Maklum saja, karena teman-teman terlebih para traveler melihat keseharian saya apa adanya dengan pakaian jeans terkadang kaos oblong dengan topi pet. Sehingga foto mengenakan kebaya saya posting mereka pun sempat pangling. Namun kebanyakan langsung mengapresiasi langkah saya menjaga, merawat dan melestarikan salah satu warisan leluhur Indonesia, kebaya.
“Keren Abby, kami bangga Abby salah satu perempuan yang turut mengenalkan kebaya lebih jauh lagi kepada dunia. Hal-hal ini perlu kita gaungkan dalam momen-momen spesial, seperti Hari Kebaya Nasional, Hari Kartini, Hari Kemerdekaan Indonesia maupun kegiatan lainnya. Terima kasih buat Abby dan perempuan Indonesia sudah menjaga, merawat dan melestarikan kebaya kita,” ujar Ibu Dhien, salah satu senior Traveler yang sering menjadi teman diskusi saat mengembangkan pariwisata Indonesia.
Saya pun teringat narasi hebat seorang Nita Trismaya, dalam Jurnal Ilmiah yang ditulisnya di tahun 2018 (Jurnal Senirupa Warna), sejatinya di dalam kebaya itu sendiri terkandung narasi tentang perempuan Indonesia yang berkelindan dengan nilai-nilai feminitas, identitas personal, identitas kelas, norma sosial dan budaya, sampai ekonomipolitik apabila meninjau industri kebaya yang masih berada dalam ranah industri UMKM.
“Di dalam kebaya terdapat identitas lokal yang berdialog dan bernegosiasi dengan identitas global sehingga dapat dikatakan bahwa globalisasi yang memberi pengaruh dalam busana kebaya tidak hanya berasal dari budaya luar (Barat) melainkan juga berasal dari budaya bangsa lain (Timur),” begitu kutipan yang ambil dalam Jurnal Nita Trismaya.
Nita Trismaya memiliki sudut pandang yang kritis dan menyadarkan kita sesungguhnya kebaya satu warisan sudah sepatutnya kita jaga, terlebih dalam era digitalisasi serta perubahan zaman yang luar biasa. Karena tanpa kita semua menjaga, seni dan budaya itu suka atau tidak suka, bisa tergerus dalam hingar bingar globalisasi serta budaya Barat. Karena itu sudah sepantasnya kita bangga dengan busana warisan nenek moyang kita, kebaya.
“Fenomena kebaya di masa kini mengalami transformasi dalam garis rancangannya, sejalan dengan keberhasilan beberapa desainer mengangkat citra berkebaya ke tingkat yang lebih tinggi dengan kerumitan ornamentasi, estetika dan pergeseran fungsional yang maknanya berkembang dari fungsi dan makna kebaya di masa lalu. Kebaya menjadi bagian dari fashion yang mengusung gaya hidup urban, tidak hanya berada dalam ranah ‘pakaian tradisional’ yang setia dengan pakemnya,” tulis Nita Trismaya dalam jurnal yang banyak dirujuk para peneliti.
Kembali kepada Hari Kebaya Nasional, memang seperti perempuan Indonesia lainnya, saya pun akan selalu respek dan mencintai seni budaya yang mendunia, kebaya. Perjalanan Hari Kebaya Nasional, diawali dengan inisiatif beberapa komunitas pencinta kebaya melakukan audiensi dan koordinasi dengan Kemenko PMK, Sekneg dan Dirjend Kebudayaan, begitu ucap Ketua Tim Nasional (Timnas) Kebaya Indonesia Lana T Koentjoro, saat berbicara di Hari Kebaya Nasional yang resmi pertama berlangsung, Rabu (24/7/2024). Gelaran tersebut pun menarik ribuan pasang mata yang memeriahkan Hari Kebaya Nasional di Istora Senayan, Jakarta.
Terlepas itu semua tentu kita semua mengapresiasi apa yang sudah dilakukan semua pihak, termasuk kajian-kajian akademis. Terlebih mereka dari Tim Nasional Kebaya Indonesia sejak tahun 2022 juga telah melakukan jajak pendapat dan sosialisasi kesejumlah daerah. Dari Semarang, Solo, Manado, Bali,Bandung, Jakarta hingga Banjarmasin.
Pencanangan Hari Kebaya Nasional merupakan upaya mengampanyekan pelestarian dan pengembangan kebaya di seluruh wilayah Indonesia dalam upaya memajukan kebudayaan. Hal ini dipertegas Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2023, yang menetapkan 24 Juli Hari Kebaya Nasional.
Jika merunut sejarah kebaya di Indonesia itu muncul sekitar abad 15 atau 16. Beragam literatur menyebutkan pula kebaya yang berasal dari kata Abay yang berarti Jubah atau pakaian, memiliki makna dan persona seorang perempuan Indonesia.
Apa pun itu, perempuan Indonesia bangga dengan Kebaya.Karena itu sejatinya warisan budaya mesti kita rawat dan jaga, untuk kebanggaan negeri tercinta, Indonesia.(Abby).
-
Abby, Medio July 2024
-
Penulis adalah seorang Traveller dan Founder Elang Khatulistiwa Indonesia.