“Mengapungkan Padi Membangun Ekonomi ” di Rawa Jejangkit Batola

0

Keberhasilan panen setelah menerapkan budidaya padi apung, yang dikenal sebagai teknik budidaya yang menggunakan rakit atau styrofoam sebagai wadah tanam memberikan spirit luar biasa bagi pertanian di Barito Kuala, Kalsel.

Jejangkit adalah salah satu kawasan yang terus dibidik menjadi salah satu sentra pertanian di Kalsel. Kawasan dengan topografi rawa adalah salah satu penopang upaya pemerintah untuk mencapai ketahanan pangan dan mendorong Indonesia sebagai lumbung pangan dunia.Kalsel sendiri adalah satu di antara provinsi di Indonesia dipersiapkan kontinyu sebagai lumbung pangan nasional.

Karenanya Kementerian pertanian pun serius memanfaatkan lahan rawa lewat optimalisasi lahan rawa dan pasang surut dengan program Selamatkan Rawa Sejahterakan Petani (Serasi) di tahun 2019. Terlebih era pemerintahan Presiden Jokowi dalam poin dalam Nawacitanya menyebutkan perluasan lahan pertanian bukan semata semata mencetak sawah saja.

Sejarah pun mencatat Program Serasi pun menuai keberhasilan dengan optimalisasi lahan rawa di Desa Jejangkit Muara, Kecamatan Jejangkit, Kabupaten Barito Kuala, Kalimantan Selatan (Kalsel).Tercatat pula  saat acara Hari Pangan Sedunia (HPS) ke-38 pada 18-21 Oktober 2018 silam, sesuai data Kementerian Pertanian terdapat 250 hektare (ha) hamparan panen siap panen terlihat dalam event terbesar yang mendapat pula perhatian Gubernur Kalsel, H Sahbirin Noor.

Mengutip Tabloid Sinar Tani,com, disebutkan awal pengembangan lahan rawa khususnya di Desa Jejangkit Muara dimulia tahun 2017. Kemudian saat perhelatan Hari Pangan Seunia (HPS) ke-38 tahun 2018 menjadi lokasi gelar teknologi. Kini setelah hampir beberapa berjalan, perubahan besar telah terjadi.

Padahal sebelumnya lahan dengan keasaman tanah di bawah pH 4 sulit dijadikan lahan pertanian, khususnya tanaman padi. Kini dengan teknologi yang dikembangkan  mulai netralisir air dengan membuat kanal sistem pompanisasi, Desa Jejangkit Muara menjelma menjadi lahan pertanian.

Beda Jejangkit Muara beda pula dengan Desa Sampurna, Kecamatan Jejangkit, Barito Kuala Kalsel, ternyata menerapkan teknologi padi apung benar-benar membuat produksi mengapung dan mendorong ekonomi masyarakat desanya.

Terbukti beberapa hari lalu warga  yang tergabung dalam Kelompok Tani Bunga Padi, Desa Sampurna, Kecamatan Jejangkit, bisa memanen padi apung yang mereka kerjakan dibawah binaan Bank Indonesia dan Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Kalimantan Selatan, Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Kab. Barito Kuala, serta Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) Kecamatan Jejangkit.

Keberhasilan panen setelah menerapkan budidaya padi apung, yang dikenal sebagai teknik budidaya yang menggunakan rakit atau styrofoam sebagai wadah tanam, diapresiasi khusus Kepala Perwakilan Bank Indonesia Kalimantan Selatan, Fadjar Majardi. Karena menjadi tonggak penting dalam pengembangan pertanian di Kalimantan Selatan.

“Panen padi apung ini adalah hasil dari implementasi Program Sosial Bank Indonesia (PSBI) Tahun 2023. Kami berhasil memanen padi apung dari 300 styrofoam. Kegiatan ini merupakan langkah besar dalam meningkatkan kapasitas produksi dan pendapatan petani di wilayah tersebut,” terang Fadjar Majardi dalam keterangan resminya kepada awak media.

 

Kepala Perwakilan Bank Indonesia Kalimantan Selatan, Fadjar Majardi meninjau kawasan persawahan menggunakan budidaya padi apung di Jejangkit, Barito Kuala, Kalsel.

Fadjar menjelaskan bahwa penerapan budidaya padi apung bertujuan untuk mengatasi masalah geografis yang dihadapi oleh petani setempat.

“Saat musim hujan tiba, lahan mereka sering tergenang air dalam yang menghambat kegiatan budidaya. Dengan budidaya padi apung, kami berharap dapat meningkatkan frekuensi penanaman padi menjadi minimal dua kali dalam setahun, serta meningkatkan kapasitas produksi dan pendapatan petani,”sambungnya lagi.

Lebih jauh Fadjar menyebutkan pula dalam proyek ini, berbagai komponen seperti styrofoam, benih, media tanam, pupuk, pestisida, dan pembenah tanah telah disediakan oleh Bank Indonesia melalui implementasi PSBI. Selain itu, petani juga telah mendapatkan pelatihan capacity building mengenai manajemen budidaya padi apung sesuai dengan Standard Operating Procedure (SOP) yang berlaku.

“Pelatihan ini bertujuan untuk memastikan bahwa para petani dapat memanfaatkan teknologi ini secara efektif dan efisie,.”tegasnya.

Bank Indonesia sendiri melihat bahwa hasil panen menunjukkan produktivitas yang sangat menggembirakan. Terdapat sekitar 7,9 ton per hektare, jauh di atas rata-rata hasil produksi kelompok tani yang hanya mencapai 3-3,5 ton per hektare dengan metode konvensional. Ini menunjukkan bahwa padi apung dapat memberikan hasil yang lebih optimal

Fadjar pun juga mengapresiasi khusus semua komponen yang mendukung proyek budidaya padi apung di Jejangkit sehingga memberikan harapan bagus bagi sektor pertanian di Batola.

“Kami berterima kasih kepada Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Kalimantan Selatan, Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Kab. Barito Kuala, serta Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) Kecamatan Jejangkit yang telah memberikan dukungan dan pendampingan maksimal kepada petani,” ucapnya.

Terkait itu pula Fadjar menaruh harapan besar untuk pertanian di Jejangkit terus menerapkan budidaya padi apung dengan spirit tinggi menjaga ketahanan pangan daerah dan nasional.

“Kami berharap inovasi padi apung ini akan menjadi model bagi pengembangan pertanian di daerah lainnya, dan dapat terus meningkatkan kesejahteraan petani secara keseluruhan,” ujarnya mengakhiri keterangan resmi ke media di Kalsel.

Sekedar diketahui, pada dasarnya teknologi budidaya padi apung sama seperti budidaya padi di sawah. Hanya saja implementasi budidaya ini dilakukan pada lahan tergenang. Teknologi Sawah Apung (floating rice technology) merupakan adaptasi penanaman padi pada daerah rawan banjir.

Hal ini bertujuan untuk merancang model budidaya padi apung yang aplikatif dan menguntungkan sebagai teknologi alternatif pemanfaatan lahan rawa.

Kementerian Pertanian pun menilai sistem ini lebih menghemat biaya. Karena dengan sistem Tanam Padi Apung petani tidak perlu membajak lahan, tidak membutuhkan penyiraman air yang biasanya melalui saluran irigasi, dan tidak membutuhkan perawatan untuk menyiangi rumput. Selain itu terbebas dari ancaman kekurangan air atau kekeringan. (Olpah Sari-Risanta).

Olpah Sari – Jurnalis – Editor Economic Travelling.Com.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Content is protected !!