Digital Marketing Solusi Pemasaran Produk Pertanian

0

Tanaman Rempah–Rempah Sebagai Tanaman Obat-Obatan (Biofarmaka) Di Kabupaten Banjar

 

                                                    Oleh  : Renanda Raudhatul Nurjanah

 

Pada era perkembangan teknologi semua bidang pekerjaan harus dapat bersaing secara digital, tidak terkecuali pada dunia pertanian. Saat ini, dunia pertanian sudah mulai melakukan pembenahan. Teknologi digital pada pertanian dapat didefinisikan sebagai penerapan teknologi informasi dan komunikasi melalui gawai, jaringan, jasa dan aplikasi pada sektor pertanian. Indonesia sebagai negara agraris dengan produk pertanian yang luar biasa tetapi harga produk pertanian dan kebutuhan pokok terus mengalami peningkatan. Sedangkan di sisi lain petani sebagai produsen mendapatkan harga jual yang rendah. Hal ini tentu saja sangat merugikan petani.

Penyebab rendahnya harga jual di tingkat petani adalah panjangnya rantai distribusi dan ketergantungan petani pada tengkulak. Hal lain adalah disebabkan banyak lembaga tataniaga atau pedagang yang terlibat dalam proses distribusi sehingga harga jual konsumen akhir cukup tinggi. Bahkan pada kondisi tertentu petani terpaksa menjual sebelum panen tiba. Saat ini belum banyak petani yang memanfaatkan teknologi informasi untuk mendukung kegiatan pemasaran dimana era internet dan media sosial sudah membudaya di kehidupan sosial masyarakat Indonesia.

Kehadiran teknologi digital pertanian menghubungkan petani langsung dengan konsumen sehingga dapat mempersingkat rantai pasok. Para petani juga dapat mengurangi ketergantungan pada tengkulak. Selama ini, petani lebih banyak menjual hasil pertanian dalam jumlah besar ke tengkulak. Hal ini menyebabkan petani tidak memiliki daya tawar yang kuat untuk menentukan harga produsen. Di samping itu, petani juga memiliki akses terhadap informasi harga komoditas di pasaran yang akurat dan transparan. Digitalisasi memungkinkan diterapkan dari hulu hingga hilir yang terintegrasi.

Kabupaten Banjar utamanya di Kecamatan Pengaron sebagai penghasil tanaman biofarmaka seperti jahe, lengkuas, kencur, temulawak, kunyit dan temukunci. Namun mayoritas petaninya menjual dalam bentuk segar tanpa di olah terlebih dahulu sehingga harga jualnya sangat fluktuatif dan sangat melemahkan posisi tawar pihak petani. Hal ini sangat berbeda jika petani menjual bahan tersebut dalam bentuk olahan (processing) dengan kemasan yang menarik.

Posisi tawar petani yang lemah juga terjadi karena sebagian besar petani sudah berusia tua serta tingkat pendidikan SD dan SMP, sehingga cukup menjadi kendala dalam bersaing di era yang serba digital. Namun demikian patut disyukuri karena masih ada sebagian generasi muda yang tertarik menekuni bidang pertanian. Petani dengan usia 19-39 tahun atau yang berjiwa milenial yang adaptif dalam pemahaman teknologi digital, sehingga tidak kaku dalam melakukan identifikasi dan verifikasi teknologi atau lebih dikenal dengan istilah petani milenial.

Petani milenial saat ini menjadi harapan dalam menumbuhkembangkan kewirausahaan muda pertanian. Hal ini mengingat petani yang berusia tua lebih banyak dan tidak memiliki ketrampilan dalam menggunakan teknologi digital. Adanya potensi petani milenial dan posisi tawar petani yang lemah dengan memperkenalkan digital marketing kepada petani milenial dalam pemasaran produk pertanian. Digital marketing merupakan suatu usaha untuk memasarkan produk dan jasa melalui media digital yang ada di internet untuk menjangkau konsumen, Pengenalan materi ini diperlukan untuk memberikan pengetahuan kepada petani bahwa rantai pemasaran produk pertanian dapat dipotong dengan menghubungkan secara langsung petani kepada konsumen. Hal tersebut dapat dilakukan dengan cara pemasaran secara online.

 

 

Hampir semua generasi milenial termasuk petani milenial sangat familiar dengan Android. Potensi ini merupakan modal dasar yang dimiliki petani milenial dalam mengembangkan bisnis bidang pertanian. Peran petani milenial tidak hanya sebagai petani modern tetapi juga sebagai mitra bagi petani konvensional dalam menjual produk pertanian. Hal tersebut mengingat kemampuan petani konvensional dalam menggunakan teknologi digital sangat terbatas. Untuk dapat memesarkan produk secara luas pada zaman sekarang ini dibutuhkan pengetahuan tentang pemasaran online. Sebagaimana diketahui bahwa saat ini banyak marketplace bidang pertanian yang didirikan pemerintah dan swasta dengan tujuan untuk membantu petani dalam melakukan jual beli hasil pertanian.

Secara umum keuntungan menggunakan digital marketing dalam pemasaran produk adalah:

  1. Mampu menghubungkan produsen dengan konsumen melalui internet.
  2. Menghasilkan tingkat penjualan yang lebih tinggi karena semakin sempitnya batasan jarak dan waktu.
  3. Biaya digital marketing jauh lebih hemat daripada biaya iklan di media lain (misalnya cetak, televisi, atau radio).
  4. Digital marketing juga membuat penjual bisa memberikan pelayanan real time kepada pelanggannya.
  5. Menghubungkan penjual/pengusaha dengan pelanggannya melalui perangkat mobile dimanapun dan kapanpun.
  6. Menghasilkan keuntungan lebih besar daripada biaya iklan/promosi yang telah dikeluarkan.
  7. Membantu menstabilkan posisi sebuah brand/merk di mata konsumen dari merk/brand lain sebagai pesaingnya.
  8. Membantu para pengusaha mikro untuk mampu bersaing dengan perusahaan makro.
  9. Mempersiapkan para pengusaha mikro atau pemula terhadap era internet of things dimana semua hal atau apapun yang diinginkan bisa diperoleh melalui internet.
  10. Memberikan kesempatan yang lebih luas kepada pengusaha untuk melakukan branding terhadap produknya sehingga dikenal dan mendapatkan tempat tersendiri di hati masyarakat. Sehingga masyarakat tidak mudah beralih ke produk lain (Rebecca, 2016).

Namun demikian pengimplementasian pemasaran online terutama untuk petani di pedesaan masih memerlukan waktu cukup lama dan memerlukan ketersediaan sarana prasarana yang memadai. Hal tersebut sesuai dengan hasil penelitian yang menyatakan bahwa implementasi e-commerce di Indonesia masih harus menempuh jalan yang panjang dan berliku. Hambatan dalam pengimplementasiannya dapat berupa teknis dan non-teknis yang membutuhkan kerjasama utuh antara pemerintah, pengembang dari ecommerce, pebisnis dan para konsumen pemanfaatnya. E-commerce masih membutuhkan waktu lama untuk dikenal dan diterima di daerah-daerah pedesaan Indonesia (Magdalena, 2018).

Adapun peran teori difusi inovasi dalam memperkenalkan digital marketing pada sebagai solusi pemasaran produk pertanian tanaman rempah–rempah sebagai tanaman obat-obatan (biofarmaka) di Kabupaten Banjar, sebagai berikut:

  1. Digital marketing merupakan inovasi dalam memasarkan produk produk secara online. Produk pertanian yang sebelumnya di pasarkan melalui tengkulak dengan harga tawar rendah, maka dengan digital marketing penawaran produk langsung bias menjangkau konsumen dimana saja dengan penawaran harga yang lebih tinggi.
  2. Digital marketing mempunyai saluran komunikasi lebih luas dan jauh lebih murah seperti melalui jejaring media social seperti whatshapp, facebook, istagram maupun tiktok dan twitter, serta bursa pasar internet sepertri marketplace yang dapat menjangkau hingga belahan dunia yang lain.
  3. Jangka waktu untuk mempelajari digital marketing tidak butuh waktu lama, namun harus sering dipraktekan hingga terbiasa.
  4. Perlu adanya pembentukan kelompok tani milenial yang saling mendukung, sehingga perkembangan akan mudah di pantau, serta mendapatkan bantuan-bantuan yang mendukung wirausaha pertanian, seperti program Kementerian Pertanian bersama International Fund for Agricultural Development (IFAD) yaitu menciptakan wirausaha milenial tangguh dan berkualitas melalui Program Youth Enterpreneurship and Employment Support Services (YESS), sebagai salah satu upaya memfasilitasi kreativitas generasi milenial untuk berkarya dan berwirausaha di sektor pertanian adalah YESS yang dibiayai oleh IFAD.

 

 

Digital marketing merupakan inovasi pemasaran seiring dengan perkembangan teknologi yang mempunyai ciri:

  1. Relative advantage (keuntungan relatif), digital marketing memiliki keuntungan yang lebih besar jika dibandingkan dengan pemasaran secara manual, dengan jangkaun konsumen lebih luas dengan harga yang lebih kompetitif.
  2. Compatibility with existing values and partices (kesesuaian), digital marketing memiliki konsistensi lebih bagus dan senantiasa berkembang seiring dengan perkembangan teknologi serta perkembangan jaman.
  3. Simplicity and ease of use (kerumitan), digital marketing semakin sering dilakukan, maka akan semakin mudah dipahami dan dijalankan, dimanapun dan kapanpun.
  4. Trialability (kemungkinan dicoba), digital marketing dapat dilakukan oleh siapa saja, utamanya bagi mereka yang bisa mengoperasikan HP Android.
  5. Observable results (kemungkinan diamati), hasil dari digital marketing dapat di pelajari dan di contoh oleh yang lain dari konten-konten atau promosi yang ditampilkan di marketplace atau media social.

Adapun tahapan teori difusi inovasi dalam proses pengambilan keputusan digital marketing, yaitu :

  1. Knowledge (pengetahuan), petani milenial mampu membangun pemahaman tentang digital marketing serta fungsinya dalam pemasaran produk pertanian tanaman rempah–rempah sebagai tanaman obat-obatan (biofarmaka).
  2. Persuasion (persuari), petani milenial menerima dan melaksanakan digital marketing sebagai bagian penting yang harus dilakukan dalam usaha yang dijalankan, serta melakukan pengembangan seiring dengan berkembangnya teknologi.
  3. Decision (keputusan), petani milenial menerima dan menjalankan digital marketing sebagai upaya memajukan usaha pemasaran produk pertanian tanaman rempah–rempah sebagai tanaman obat-obatan (biofarmaka) hal ini mengingat bahwa:
  4. Struktur sosial, digital marketing dapat diterima oleh petani milenial utamanya bagi pemegang HP android.
  5. Sistem norma, berhubungan dengan salah satu ciri inovasi yaitu kesesuaian, Digital marketing tidak bertentangan dengan norma dan menjadi kebutuhan dalam menjalankan usaha di era digitalisasi.
  6. Opinion leader, pendapat ahli yang menguatkan akan pentingnya digital marketing dalam mengembangkan usaha pertanian di era digitalisasi.
  7. Change agent, keberadaan dinas atau instansi terkait dalam hal ini Kementerian pertanian dan jajaranya dalam mengembangkan usaha pertanian di era digitalisasi dengan melakukan digital marketing.
  8. Implementation (implementasi), petani milenial menerima digital marketing serta melaksanakannya digital marketing melalui perangkat handphone maupun computer, dan bernegosiasi dengan konsumen langsung secara online tanpa harus mendatangi konsumen.
  9. Confirmation (konfirmasi), petani milenial dapat melakukan evaluasi terhadap digital marketing yang telah dijalankan serta melakukan perbandingan dengan melihat efektivitas yang dihasilkan dari digital marketing.

 

* Penulis adalah Mahasiswi Magister Penyuluh Pertanian, Universitas Jenderal Soedirman

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Content is protected !!